Assalamu'alaikum temen2 semua..
selamat malam di malam yang dingin ini..
disini saya ingin bercerita sedikit,, bisa dibilang curhat lhaa...
sebelumnya saya mau bertanya kepada temen2 semua.. sebenarnya tugas manusia di bumi Allah ini sebagai apa sih???
setau saya sih sebagai khalifah kan yaa,, (pemimpin-red)
tapi saya sangat2 miris ketika melihat ciptaan Allah rusak,, dirusak oleh manusia..
dimana letak ke-khalifahan manusia saaat ini???
bukannya menjaga koq malah merusak???
dimana hati nurani kalian wahai para yang punya "uang"????????
seharusnya kalian itu mengayomi,, bukan malah menghancurkan seperti ini..
padang - solok
ketika di perjalanan pergi-pulang padang-solok saya benar2 miris melihat puncak perbukitan yang sudah tidak rupa lagi tertanam pepohonan.. pepohonan yang dahulunya masih lebat sekarang hanya tinggal tanah tak bertuan yang sewaktu-waktu bisa terjadi erosi bahkan longsor yang dapat dengan jelas membahayakan rumah yang ada di bawahnya..
dan yang paling membuat saya miris yaitu ternyata diatas sana sedang terjadi kegiatan alat berat-mobil gerobak yang mengambil tanah dari tempat ituu..
haruskah mengambil dari puncak perbukitan itu?? apakah tidak ada lagi tanah kosong yang dapat kalian gunakan untuk kegiatan kalian???
kalian memank jahat,, kalian tiidak memedulikan kami-kami yang di bawah yang setiap saat dapat mengalami dampak dari itu semua???
apakah kalian tidak "mikir"?????? atau bahkan kalian tidak mempunyai otak untuk memikirkan itu semua..
untuk apa kalian memperkaya diri kalian sendiri tetapi kami-kami yang menjadi korbannya..
mikir lha.. mikir
cukup itu sajaa..
wassalamu'alaikum wr.wb
Semua yang berisi tentang apa yang ingin ku tulis, ingin ku bagi, ingin ku cerita kan, yang mengurangi isi hati dan pikiran, dan juga semua tentang perjalanan hidup. Selamat menyelami dalam keromantisan. karena hidup semata-mata tentang romantis, yang tak akan pernah habis.
jeritan hati padang-solok
Seorang Ibu dari "Anak Syurga".
Ummun wa Rabbah Al-Bayt
Sejarah Kesuburan Tanah di Indonesia
SEJARAH KESUBURAN TANAMAN
Tisdale & Nelson, 1975
Zaman purba
·
Pengenalan tentang tanah subur
·
Pegalaman dalma hal bercocok
anam
·
Penemuan bahan-bahan penyubur
tanah
Abad ke-18
·
Awal penelitian-penelitian
·
Pengembangan pokok-pokok
pikiran pakar
·
Penyelidikan awal fisiologi
tanaman
·
Prinsip air, hara, dan
bahan-bahan alami
·
Awal percobaan-percobaan
pertumbuhan tanaman dengan perlakuan-perlakuan
Kemajuan pada abad ke-19
·
Awal pengetahuan tentang
respirasi dan fotosintesis
·
Pengenlan sumber unsur hara
dalam tanah
·
Awal percobaan lapangan
·
Hukum minimum Liebig
Syekhfani, 2005
·
Penerapan system “Revolusi
Hijau” di Indonesia akhir tahun 70-an s/d 80-an, dari padi sentra, Bimas, Inmas
Insus, Supra Insus, Gema Palagung, Korporat Farming, dan Ketahanan Pangan.
·
Penggunaan “Panca Usaha Tani”
(olah tanah, irigasi, bibit unggul, pupuk, dan pestisida) produksi /
produktivitas padi sawah meningkat, puncaknya capai swasembada beras (tahun
1984); akhirnya “leveling off” (produksi rata2 nasional 5,0 Jatim 5,5 ton
GKG/ha)
·
Jenis pada unggul berpotensi produksi
>10 ton GKG/ha; “leveling off” akibat pupuk dan / atau pestisida berlebih,
ketidak-imbangan hara serta terganggunya biodiversitas siklus tumbuh tanaman.
·
Mengacu pada system tradisional
alami (natural system), unsur hara tanah imbang dan diversifikasi jenis
tanaman, system bero tanpa penggunaan pupuk / pestisida buatan pabrik, dan air
irigasi tak tercemar, hidup petani sejahtera lingkungan hidup sehat.
·
Tindakan intensifikasi lahan
mengarah pada degradasi tanah dan pencemaran lingkungan, pupuk N,P,K artifisial
dosis tinggi terus menerus, tanpa imbangan hara esensial lain,
pestisida/herbisida nonselektif, air irigasi tercemar, berdampak negative bagi
hidup manusia, hewan, dan tanaman. Hidup semakin tidak nyaman.
·
Paradigma baru kesuburan tanah
bersifat sustainable yaitu tanah tidak statis tapi dinamis
·
Fokus tidak hanya sifat fisik dan kimia saja tapi
juga biologi. Peran bahan organic multipurpose (ganda), responnya nyata, bahan
organikkunci kesuburan tanah, serta kunci berlanjut
·
Negara-negara maju beralih ke
pangan sehat. Amerika Serikat sejak 1990-an kurun 5 tahun sehingga meningkatkan
konsumsi organic dari 5% hingga 20%
·
Hal yang sama juga terjadi pada
masyarakat Eropa, Kanada dan Australia
·
Impor produk pertanian sehingga
mensyaratkan produk “system organic”
·
Akhir-akhir ini SPO didskusikan
dan diterapkan, meski belum begitu dipahami
·
Pemerintah / swasta mengaji
apakah system ini layak sebagai alternative budidaya sehingga diterima local,
regional, nasional atau global
·
Bila SPO layak, maka perlu
dipikirkan pengembangan aspek onfarm / off-farm; industry hulu/hilir, pelaku
produksi (pemerintah, swasta, lemlit/PT, perbankan, pasar, dll)
·
Semuanya harus punya persepsi
dan komitmen sama pada SPO
·
Kesulitan beralih ke SPI
berorientasi pada produksi tinggi masukan liar tinggi (high external input
agricukture, HEIA) vs produksi rendah masukan luar rendah (low external input
agriculture, LEIA0 sehingga dilakukan daur ulang meski pun berlanjut
·
Perlu tindakan bersifat
evolusional bukan revolusional
·
Butuh erubahan sikap perilaku
pelaku produksi / konsumsi seperti tersebut diatas
·
Focus pembenahan terutama
ditujukan bag para konsumen sebagai pengguna, diikuti oleh produsen (petani)
beserta para pendukung produksi, serta pelaku pasar.
·
Dalam hal ini, pemerintah
berperan sebagai fasilitator, regulator, dinamisator, dan eksekutor
·
Secara geografis, peluang SPO:
komoditi holtikultura (buahan/sayuran/bunga-bungaan) > perkebunan >
tanaman pangan
·
Hortikultura dataran tinggi
(upper stream) relative lebih mudah dikendalikan daripada perkebunan /pangan
dataran rendah
·
Lahan sawah beririgasi sangat
riskan terjadi pencemaran tergantung pada kualitaas air irigasi, apakah
megalami pencemaran atau tidak
Wilayah utama daratan
Nusantara terbentuk dari dua ujung Superbenua Pangaea di Era Mesozoikum (250 juta tahun yang lalu), namun bagian dari lempeng benua yang berbeda. Dua bagian ini bergerak mendekat akibat
pergerakan lempengnya, sehingga di saat Zaman Es terakhir telah terbentuk selat besar di antara Paparan Sunda di
barat dan Paparan Sahul di timur. Pulau Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya mengisi ruang di antara
dua bagian benua yang berseberangan. Kepulauan antara ini oleh para ahli
biologi sekarang disebut sebagai Wallacea, suatu kawasan yang memiliki distribusi fauna yang unik.
Situasi geologi dan geografi ini berimplikasi pada aspek topografi, iklim, kesuburan tanah, sebaran makhluk hidup (khususnya tumbuhan dan hewan), serta migrasi manusia di
wilayah ini.
Bagian pertemuan Lempeng Eurasia di
barat, Lempeng Indo-Australia di selatan, dan Lempeng Pasifik di timur laut menjadi daerah vulkanik aktif yang memberi kekayaan mineral bagi tanah di sekitarnya sehingga sangat baik bagi pertanian, namun juga rawan gempa bumi. Pertemuan lempeng benua ini juga mengangkat sebagian
dasar laut ke atas mengakibatkan adanya formasi perbukitan karst yang kaya gua di sejumlah tempat. Fosil-fosil hewan laut ditemukan di
kawasan ini.
Nusantara terletak di daerah tropika, yang berarti memiliki laut hangat dan mendapat
penyinaran cahaya matahari terus-menerus sepanjang tahun dengan intensitas
tinggi. Situasi ini mendorong terbentuknya ekosistem yang kaya keanekaragaman
makhluk hidup, baik tumbuhan maupun hewan. Lautnya hangat dan menjadi titik
pertemuan dua samudera besar. Selat di antara dua bagian benua (Wallacea)
merupakan bagian dari arus laut dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik yang kaya sumberdaya laut. Terumbu karang di wilayah ini merupakan tempat dengan keanekaragaman
hayati sangat tinggi. Kekayaan alam di darat dan laut mewarnai kultur awal
masyarakat penghuninya. Banyak di antara penduduk asli yang hidup mengandalkan
pada kekayaan laut dan membuat mereka memahami navigasi pelayaran dasar, dan
kelak membantu dalam penghunian wilayah Pasifik (Oseania).
Benua Australia dan
perairan Samudera Hindia dan Pasifik di sisi lain memberikan faktor variasi
iklim tahunan yang penting. Nusantara dipengaruhi oleh sistem muson dengan
akibat banyak tempat yang mengalami perbedaan ketersediaan air dalam setahun.
Sebagian besar wilayah mengenal musim kemarau dan musim penghujan. Bagi pelaut
dikenal angin barat (terjadi pada musim penghujan) dan angin timur. Pada era
perdagangan antarpulau yang mengandalkan kapal berlayar, pola angin ini sangat penting dalam penjadwalan
perdagangan.
Dari sudut persebaran
makhluk hidup, wilayah ini merupakan titik pertemuan dua provinsi flora dan
tipe fauna yang berbeda, sebagai akibat proses evolusi yang berjalan terpisah,
namun kemudian bertemu. Wilayah bagian Paparan Sunda, yang selalu tidak jauh
dari ekuator, memiliki fauna tipe Eurasia, sedangkan wilayah bagian Paparan
Sahul di timur memiliki fauna tipe Australia. Kawasan Wallacea membentuk
"jembatan" bagi percampuran dua tipe ini, namun karena agak
terisolasi ia memiliki tipe yang khas. Hal ini disadari oleh sejumlah sarjana
dari abad ke-19, seperti Alfred Wallace, Max Carl Wilhelm Weber, dan Richard Lydecker. Berbeda dengan fauna, sebaran flora (tumbuhan) di
wilayah ini lebih tercampur, bahkan membentuk suatu provinsi flora yang khas,
berbeda dari tipe di India dan Asia Timur maupun kawasan kering Australia, yang
dinamakan oleh botaniwan sebagai Malesia. Migrasi manusia kemudian mendorong persebaran flora di
daerah ini lebih jauh dan juga masuknya tumbuhan dan hewan asing dari daratan
Eurasia, Amerika, dan Afrika pada masa sejarah.
Seorang Ibu dari "Anak Syurga".
Ummun wa Rabbah Al-Bayt
GAHARU
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Gaharu
merupakan produk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dalam bentuk gumpalan, serpihan
atau bubuk yang memiliki aroma keharuman khas yang bersumber dari kandungan
bahan kimia berupa resin (α-β oleoresin). Gaharu terbentuk dalam jaringan kayu,
akibat pohon terinfeksi penyakit cendawan (fungi) yang masuk melalui luka
batang (patah cabang). Komoditas gaharu telah cukup lama dikenal masyarakat
secara umum. Beberapa jenis tanaman gaharu yang dikenal antara lain (Aquilaria malaccensis Lamk)
adalah salah satu jenis tanaman hutan yang memiliki mutu sangat baik dengan
nilai ekonomi tinggi karena kayunya mengandung resin yang harum baunya. Gaharu
berwarna coklat kehitaman sampai hitam, berbau harum jika dibakar. Gaharu terdapat
pada bagian kayu atau akar dari jenis pohon penghasil gaharu yang telah
mengalami proses perubahan kimia dan fisika akibat terinfeksi oleh sejenis
jamur.
Pemanfaatan
gaharu di Indonesia oleh masyarakat pedalaman Sumatera dan Kalimantan, telah
berlangsung puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu. Gaharu dimanfaatkan antara
lain untuk pengharum tubuh, ruangan, bahkan kosmetik dan obat-obatan sederhana.
Saat ini gaharu sangat sulit ditemukan sehingga perlu dipertahankan dan
dilestarikan agar jenis ini tidak punah. Selain mencegah kepunahan gaharu ini,
pembudidayaan juga dapat meningkatkan produksi gubal gaharu baik secara
kualitas maupun kuantitas dan ekspor gaharu dapat berjalan dengan lancar tanpa
merusak hutan alam.
Bentuk
produk gaharu merupakan hasil alami dari kawasan hutan berupa cacahan, gumpalan
atau bubuk. Selain dalam bentuk bahan mentah berupa serpihan kayu, juga
diproses dengan penyulingan yang dapat menghasilkan minyak atsiri gaharu yang
juga bemilai jual tinggi. Cairan ekstrak ini kabarnya mencapai nilai jual lebih
dari USD 30.000 atau Rp. 300.000.000,-/liter tahun 2010 namun data terbaru 2011
sudah masuk diangka Rp400.000.000,-/liter. Sementara harga per batang
pohonnya bisa mencapai ribu-an dollar per kilo nya. Gaharu banyak digunakan sebagai
bahan parfum, obat-obatan dan bahan dupa.
Berdasarkan
data kemenhut, kebutuhan gaharu dunia sangat besar yakni 4 ribu ton pertahun.
Quota Indonesia 300 ton/pertahun baru dapat dipenuhi 10% inipun lebih banyak
didapatkan dengan cara ilegal dan ini berasal dari gaharu alam. Temuan rekayasa produksi
kayu gaharu memberi peluang yang sangat besar bagi petani di Indonesia dan keuntungan lainnya mempertimbangkan nilai jual gaharu, patut diupayakan peningkatan
peranan gaharu
sebagai komunitas andalan altematif untuk penyumbang devisa dari sektor
kehutanan selain dari
produk hasil hutan kayu. Selain
itu hasil gaharu ini merupakan komoditas ekspor di negara-negara Asia Timur
dan Timur Tengah dalam hal ini maka dengan meningkatkan produksi gaharu berarti
akan dapat meningkatkan daya saing bangsa. Dampak lain adalah peningkatan
kesejahteraan rakyat dan kelestarian sumber daya hutan dan lahan.
Kemitraan yang di tawarkan PT.SBS
Gaharu yakni dengan pembinaan yang berkelanjutan mulai dari tanam sampai panen,
hanya peluang ini belum sepenuhnya dimanfaatkan petani karena kurangnya
sosialisasi sehingga boleh dikatakan, Indonesia masih ketinggalan dengan negara
tetangga. Untuk itu kita hadir memberikan solusi pembiayaan inokulasi
dengan mengajak petani dengan pola kemitraan, dengan sistem bagi hasil, 65%
untuk petani 35% untuk pihak perusahaan.
1.2. Tujuan
Tujuan
makalah ini adalah untuk mengetahui :
1. Bagaimana
cara budidaya tanaman gaharu.
2. Untuk mengetahui cara perbanyakan gaharu dalam pengadaan bibit
gaharu dalam jumlah yang banyak dan relatif singkat.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Botanis
Gaharu (A. malaccensis Lamk)
Gaharu
didefinisikan sebagai sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas,
serta memiliki kandungan kadar damar wangi yang berasal dari pohon atau bagian
pohon penghasil gaharu yang tumbuh secara alami dan telah mati sebagai akibat
dari suatu proses infeksi yang terjadi baik secara alami maupun buatan, yang
pada umumnya terjadi pada pohon gaharu.
Gaharu
(A. malaccensis Lamk ) dapat ditemukan di Bangladesh, Bhutan, India,
Indonesia, Iran, Laos, Malaysia, Myanmar,
Philipina, Singapore, dan Thailand. Gaharu hanya diambil gubalnya
yang mengeluarkan bau harum. Keharuman gubal gaharu terbentuk oleh kayu yang
mengalami pelapukan dan mengandung damar wangi (aromatic resin) sebagai akibat
serangan jamur. Dengan kata lain, gaharu atau gubal gaharu merupakan substansi
aromatik berupa gumpalan atau padatan berwarna coklat muda sampai coklat
kehitaman yang terbentuk pada lapisan dalam dari kayu tersebut. Substansi
aromatik yang terkandung dalam gubal gaharu ini termasuk dalam golongan sesquiterpena.
Taksonomi
atau klasifikasi gaharu (Aquilaria) adalah sebagai berikut :
Kingdom :
Plantae
Divisio :
Spermatophyta
Class :
Dicotyledonae
Ordo :
Myrtales
Family :
Thymeleceae
Genus :
Aquilaria
Species : A.
malaccensis Lamk
Secara
ekologis jenis-jenis gaharu di Indonesia tumbuh di hutan primer terutama di
dataran rendah, dan daerah pegunungan sampai ketinggian 2.400 m dpl. Umumnya
gaharu yang berkualitas baik tumbuh pada daerah beriklim panas dengan suhu 28°
- 34° C, kelembaban 60 – 80 %, dan curah hujan 1.000 – 2.000 mm/tahun (Sumarna,
2002 dalam Martesa 2006).
Tinggi
pohon di daerah potensial, gaharu ini dapat mencapai 4 meter dengan diameter 50
– 80 cm. Kulit batangnya licin berwarna putih atau keputih-putihan, lurus atau
kadang-kadang beralur. Kayunya agak keras, daun lonjong memanjang dengan
panjang 5 – 8 cm dan lebarnya 3 – 4 cm, berujung runcing, dan berwarna hijau
mengkilat. Bunga berada diujung ranting atau ketiak daun bagian atas dan bawah.
Buah berada di dalam polong berbentuk bulat atau lonjong, berukuran panjang
sekitar 5 cm, dan lebar 3 cm (Sumarna, 2002 dalam Martesa 2006).
2.2
Jenis Getah Gaharu
Ada
dua jenis getah gaharu:
Getah
berwarna kuning adalah getah dengan kualitas rendah. Getah berwarna hitam,
getah ini kualitasnya tinggi dan langka. Itu semua karena diperlukan perawatan
khusus untuk menghasilkan getah berwarna hitam.
Kayu
Gaharu dan Sarang Walet.
Dewasa
ini, dengan maraknya usaha sarang walet di perkotaan terutama di daerah kota
Banjarmasin, kayu gaharu ikut menjadi naik daun. Ini tak lepas dari kepercayaan
penduduk setempat yang mengatakan bahwa bau harum dari kayu gaharu dapat
membuat burung walet semakin banyak memasuki sarang “elitnya” di tengah
perkotaan. Hal ini turut membuat harga kayu gaharu semakin meningkat tajam.
Kayu
gaharu yang dipercaya dapat mengundang burung walet masuk ke sarangnya,
ternyata bukan sembarang kayu gaharu. Ada pola-pola tertentu dari urat kayu
yang secara alami terbentuk pada bagian batang kayu yang dipilih dan dipercayai
sebagai jimat pemanggil walet. Kepercayaan ini yang ternyata membawa hasil pada
sebagian pengusaha (pemilik) sarang burung walet yang membuat harga sepotong
kecil kayu gaharu mencapai harga jutaan bahkan miliaran rupiah.
2.3 Pembentukan
Gaharu
Gaharu
dihasilkan tanaman sebagai respon dari masuknya mikroba yang masuk ke
dalam jaringan yang terluka. Luka pada tanaman berkayu dapat disebabkan secara
alami karena adanya cabang dahan yang patah atau kulit terkelupas, maupun
secara sengaja dengan pengeboran dan penggergajian. Masuknya mikroba ke dalam
jaringan tanaman dianggap sebagai benda asing sehingga sel tanaman akan
menghasilkan suatu senyawa fitoaleksin yang berfungsi sebagai
pertahanan terhadap penyakit ataupatogen.
Senyawa fitoaleksin tersebut dapat berupa resin berwarna coklat dan
beraroma harum, serta menumpuk pada pembuluh xilem dan floem untuk
mencegah meluasnya luka ke jaringan lain.
Namun,
apabila mikroba yang menginfeksi tanaman dapat mengalahkan sistem pertahanan
tanaman maka gaharu tidak terbentuk dan bagian tanaman yang luka dapat
membusuk. Ciri-ciri bagian tanaman yang telah menghasilkan gaharu adalah
kulit batang menjadi lunak, tajuk tanaman menguning dan
rontok, serta terjadi pembengkakan, pelekukan, atau penebalan pada batang dan
cabang tanaman. Senyawa gaharu dapat menghasilkan aroma yang harum karena
mengandung senyawa guia dienal, selina-dienone, dan selina
dienol. Untuk kepentingan komersil, masyarakat mengebor batang tanaman
penghasil gaharu dan memasukkan inokulum cendawan ke dalamnya. Setiap
spesies pohon penghasil gaharu memiliki mikroba spesifik untuk menginduksi
penghasilan gaharu dalam jumlah yang besar.
2.4
Budi Daya Tanaman Gaharu
Mengingat
tanaman gaharu atau yang sebenarnya adalah tanaman atau pohon penghasil kayu
gaharu merupakan komoditi hutan yang mahal harganya, pembudidayaan tanaman
gaharu digemari di berbagai tempat. Gaharu ini dihasilkan dari tanaman atau
pepohonan yang terinfeksi atau sengaja diinfeksi yang tumbuh di daerah tropis.
Penyebab
timbulnya infeksi sehingga dapat menghasilkan gaharu pada tanaman gaharu
(tanaman penghasil gaharu) masih harus dilakukan penelitian lebih lanjut. Namun
dugaan awal terjadinya gaharu adalah adanya tiga elemen penyebab proses infeksi
tersebut, yaitu: luka pada bagian tanaman atau batang pohon yang akan
menghasilkan gaharu, proses non-patologi, dan infeksi karena jamur.
Pengelolaan
tanaman penghasil gaharu ini sama dengan perawatan tanaman jenis lainnya. Tidak
diperlukan adanya perawatan khusus karena biasanya setelah tanaman berusia 6
tahun maka tanaman tersebut sudah siap untuk diinokulasi. Pembuatan lubang
inokulasi sekitar 1/3 diameter pohon secara spiral dan vertikal yang diatur
sedemikian rupa agar pohon tidak retak dan patah.
Perawatan
yang diperlukan dan sangat disarankan dalam membudidayakan tanaman gaharu ini
adalah pemupukan dengan menggunakan bahan organik. Dengan pemupukan maka
pertumbuhan tanaman dapat dioptimalkan dan menghasilkan kualitas batang yang
baik. Pemangkasan cabang juga sangat perlu dilakukan untuk memacu pertumbuhan
pohon sehingga diameter pohon dapat berkembang sesuai yang diinginkan.
2.5 Manfaat
Gaharu
Gaharu
banyak diperdagangkan dengan harga jual yang sangat tinggi. Selain ditentukan
dari jenis tanaman penghasilnya, kualitas gaharu juga ditentukan oleh banyaknya
kandungan resin dalam jaringan kayunya. Semakin tinggi kandungan
resin di dalamnya maka harga gaharu tersebut akan semakin mahal dan begitu pula
sebaliknya.
Sampai
saat ini, pemanfaatan gaharu masih dalam bentuk bahan baku (kayu bulatan,
cacahan, bubuk, atau fosil kayu yang sudah terkubur. Setiap bentuk produk
gaharu tersebut mempunyai bentuk dan sifat yang berbeda. Gaharu mempunyai
kandungan resin atau damar wangi yang mengeluarkan aroma dengan keharuman yang
khas. Dari aromanya itu yang sangat popular bahkan sangat disukai oleh
masyarakat negara-negara di Timur Tengah, Saudi Arabia, Uni Emirat, Yaman,
Oman, daratan Cina, Korea, dan Jepang sehingga dibutuhkan sebagai bahan baku
industri parfum, obat-obatan, kosmetika, dupa, dan pengawet berbagai jenis
asesoris serta untuk keperluan kegiatan keagamaan. Seiringnya dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi industri, gaharu bukan hanya
berguna sebagai bahan untuk industri wangi-wangian saja, tetapi juga secara
klinis dapat dimanfaatkan sebagai obat. Gaharu bisa dipakai sebagai obat anti
asmatik, anti mikroba, stimulant kerja syaraf dan pencernaan, obat sakit perut,
penghilang rasa sakit, kanker, diare, tersedak, tumor paru-paru, tumor usus, penghilang
stress, gangguan ginjal, asma, hepatitis, dan untuk kosmetik.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonym. SNI 01-5009.1-1999: Gaharu.
Badan Standar-disasi Nasional (BSN). 1999
Soehartono, Tonny; Gaharu: Kegunaan dan
Pemanfaatan. Disampaikan pada Lokakarya Tanaman Gaharu di Mataram
tanggal 4 – 5 September 2001
Santoso, U. dan Nursandy,
F..2004. Kultur Jaringan Tanaman. Edisi II. Universitas Muhamadyah Malang
Press. Malang.
Standar Nasional Indonesia. 1999.
Gaharu. Jakarta. Diakses dari http://www.bpdas musi.net/_userdata/BkGaharu.pdf.
Sumarna, Y. 2005. Budidaya Gaharu.
Penebar Swadaya. Edisi ke II. Jakarta. Universitas
Rohadi, Dede dan Suwardi Sumadiwangsa,
Prospek dan Tantangan Pengembangan Gaharu di Indonesia: Suatu Tinjauan dari
Perspektif Penelitian dan Pengembangan, Disampaikan pada Lokakarya Pengembangan
Tanaman Gaharu di Mataram.
Seorang Ibu dari "Anak Syurga".
Ummun wa Rabbah Al-Bayt
Langganan:
Postingan (Atom)
INDUKSI KETAHANAN CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP KUTU KEBUL (Aleurotrachelus trachoides) (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) DENGAN RIZOBAKTERI...
-
SEJARAH KESUBURAN TANAMAN Tisdale & Nelson, 1975 Zaman purba · Pengenalan tentang tanah subur · Pegalama...
-
MAKALAH PRAKTIKUM ILMU HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN HAMA ORDO LEPIDOPTERA OLEH : NAMA : FEBRY UTAMI NO. BP : 121021...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gaharu merupakan produk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dalam bentuk gumpalan, serpihan ata...