SEJARAH KESUBURAN TANAMAN
Tisdale & Nelson, 1975
Zaman purba
·
Pengenalan tentang tanah subur
·
Pegalaman dalma hal bercocok
anam
·
Penemuan bahan-bahan penyubur
tanah
Abad ke-18
·
Awal penelitian-penelitian
·
Pengembangan pokok-pokok
pikiran pakar
·
Penyelidikan awal fisiologi
tanaman
·
Prinsip air, hara, dan
bahan-bahan alami
·
Awal percobaan-percobaan
pertumbuhan tanaman dengan perlakuan-perlakuan
Kemajuan pada abad ke-19
·
Awal pengetahuan tentang
respirasi dan fotosintesis
·
Pengenlan sumber unsur hara
dalam tanah
·
Awal percobaan lapangan
·
Hukum minimum Liebig
Syekhfani, 2005
·
Penerapan system “Revolusi
Hijau” di Indonesia akhir tahun 70-an s/d 80-an, dari padi sentra, Bimas, Inmas
Insus, Supra Insus, Gema Palagung, Korporat Farming, dan Ketahanan Pangan.
·
Penggunaan “Panca Usaha Tani”
(olah tanah, irigasi, bibit unggul, pupuk, dan pestisida) produksi /
produktivitas padi sawah meningkat, puncaknya capai swasembada beras (tahun
1984); akhirnya “leveling off” (produksi rata2 nasional 5,0 Jatim 5,5 ton
GKG/ha)
·
Jenis pada unggul berpotensi produksi
>10 ton GKG/ha; “leveling off” akibat pupuk dan / atau pestisida berlebih,
ketidak-imbangan hara serta terganggunya biodiversitas siklus tumbuh tanaman.
·
Mengacu pada system tradisional
alami (natural system), unsur hara tanah imbang dan diversifikasi jenis
tanaman, system bero tanpa penggunaan pupuk / pestisida buatan pabrik, dan air
irigasi tak tercemar, hidup petani sejahtera lingkungan hidup sehat.
·
Tindakan intensifikasi lahan
mengarah pada degradasi tanah dan pencemaran lingkungan, pupuk N,P,K artifisial
dosis tinggi terus menerus, tanpa imbangan hara esensial lain,
pestisida/herbisida nonselektif, air irigasi tercemar, berdampak negative bagi
hidup manusia, hewan, dan tanaman. Hidup semakin tidak nyaman.
·
Paradigma baru kesuburan tanah
bersifat sustainable yaitu tanah tidak statis tapi dinamis
·
Fokus tidak hanya sifat fisik dan kimia saja tapi
juga biologi. Peran bahan organic multipurpose (ganda), responnya nyata, bahan
organikkunci kesuburan tanah, serta kunci berlanjut
·
Negara-negara maju beralih ke
pangan sehat. Amerika Serikat sejak 1990-an kurun 5 tahun sehingga meningkatkan
konsumsi organic dari 5% hingga 20%
·
Hal yang sama juga terjadi pada
masyarakat Eropa, Kanada dan Australia
·
Impor produk pertanian sehingga
mensyaratkan produk “system organic”
·
Akhir-akhir ini SPO didskusikan
dan diterapkan, meski belum begitu dipahami
·
Pemerintah / swasta mengaji
apakah system ini layak sebagai alternative budidaya sehingga diterima local,
regional, nasional atau global
·
Bila SPO layak, maka perlu
dipikirkan pengembangan aspek onfarm / off-farm; industry hulu/hilir, pelaku
produksi (pemerintah, swasta, lemlit/PT, perbankan, pasar, dll)
·
Semuanya harus punya persepsi
dan komitmen sama pada SPO
·
Kesulitan beralih ke SPI
berorientasi pada produksi tinggi masukan liar tinggi (high external input
agricukture, HEIA) vs produksi rendah masukan luar rendah (low external input
agriculture, LEIA0 sehingga dilakukan daur ulang meski pun berlanjut
·
Perlu tindakan bersifat
evolusional bukan revolusional
·
Butuh erubahan sikap perilaku
pelaku produksi / konsumsi seperti tersebut diatas
·
Focus pembenahan terutama
ditujukan bag para konsumen sebagai pengguna, diikuti oleh produsen (petani)
beserta para pendukung produksi, serta pelaku pasar.
·
Dalam hal ini, pemerintah
berperan sebagai fasilitator, regulator, dinamisator, dan eksekutor
·
Secara geografis, peluang SPO:
komoditi holtikultura (buahan/sayuran/bunga-bungaan) > perkebunan >
tanaman pangan
·
Hortikultura dataran tinggi
(upper stream) relative lebih mudah dikendalikan daripada perkebunan /pangan
dataran rendah
·
Lahan sawah beririgasi sangat
riskan terjadi pencemaran tergantung pada kualitaas air irigasi, apakah
megalami pencemaran atau tidak
Wilayah utama daratan
Nusantara terbentuk dari dua ujung Superbenua Pangaea di Era Mesozoikum (250 juta tahun yang lalu), namun bagian dari lempeng benua yang berbeda. Dua bagian ini bergerak mendekat akibat
pergerakan lempengnya, sehingga di saat Zaman Es terakhir telah terbentuk selat besar di antara Paparan Sunda di
barat dan Paparan Sahul di timur. Pulau Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya mengisi ruang di antara
dua bagian benua yang berseberangan. Kepulauan antara ini oleh para ahli
biologi sekarang disebut sebagai Wallacea, suatu kawasan yang memiliki distribusi fauna yang unik.
Situasi geologi dan geografi ini berimplikasi pada aspek topografi, iklim, kesuburan tanah, sebaran makhluk hidup (khususnya tumbuhan dan hewan), serta migrasi manusia di
wilayah ini.
Bagian pertemuan Lempeng Eurasia di
barat, Lempeng Indo-Australia di selatan, dan Lempeng Pasifik di timur laut menjadi daerah vulkanik aktif yang memberi kekayaan mineral bagi tanah di sekitarnya sehingga sangat baik bagi pertanian, namun juga rawan gempa bumi. Pertemuan lempeng benua ini juga mengangkat sebagian
dasar laut ke atas mengakibatkan adanya formasi perbukitan karst yang kaya gua di sejumlah tempat. Fosil-fosil hewan laut ditemukan di
kawasan ini.
Nusantara terletak di daerah tropika, yang berarti memiliki laut hangat dan mendapat
penyinaran cahaya matahari terus-menerus sepanjang tahun dengan intensitas
tinggi. Situasi ini mendorong terbentuknya ekosistem yang kaya keanekaragaman
makhluk hidup, baik tumbuhan maupun hewan. Lautnya hangat dan menjadi titik
pertemuan dua samudera besar. Selat di antara dua bagian benua (Wallacea)
merupakan bagian dari arus laut dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik yang kaya sumberdaya laut. Terumbu karang di wilayah ini merupakan tempat dengan keanekaragaman
hayati sangat tinggi. Kekayaan alam di darat dan laut mewarnai kultur awal
masyarakat penghuninya. Banyak di antara penduduk asli yang hidup mengandalkan
pada kekayaan laut dan membuat mereka memahami navigasi pelayaran dasar, dan
kelak membantu dalam penghunian wilayah Pasifik (Oseania).
Benua Australia dan
perairan Samudera Hindia dan Pasifik di sisi lain memberikan faktor variasi
iklim tahunan yang penting. Nusantara dipengaruhi oleh sistem muson dengan
akibat banyak tempat yang mengalami perbedaan ketersediaan air dalam setahun.
Sebagian besar wilayah mengenal musim kemarau dan musim penghujan. Bagi pelaut
dikenal angin barat (terjadi pada musim penghujan) dan angin timur. Pada era
perdagangan antarpulau yang mengandalkan kapal berlayar, pola angin ini sangat penting dalam penjadwalan
perdagangan.
Dari sudut persebaran
makhluk hidup, wilayah ini merupakan titik pertemuan dua provinsi flora dan
tipe fauna yang berbeda, sebagai akibat proses evolusi yang berjalan terpisah,
namun kemudian bertemu. Wilayah bagian Paparan Sunda, yang selalu tidak jauh
dari ekuator, memiliki fauna tipe Eurasia, sedangkan wilayah bagian Paparan
Sahul di timur memiliki fauna tipe Australia. Kawasan Wallacea membentuk
"jembatan" bagi percampuran dua tipe ini, namun karena agak
terisolasi ia memiliki tipe yang khas. Hal ini disadari oleh sejumlah sarjana
dari abad ke-19, seperti Alfred Wallace, Max Carl Wilhelm Weber, dan Richard Lydecker. Berbeda dengan fauna, sebaran flora (tumbuhan) di
wilayah ini lebih tercampur, bahkan membentuk suatu provinsi flora yang khas,
berbeda dari tipe di India dan Asia Timur maupun kawasan kering Australia, yang
dinamakan oleh botaniwan sebagai Malesia. Migrasi manusia kemudian mendorong persebaran flora di
daerah ini lebih jauh dan juga masuknya tumbuhan dan hewan asing dari daratan
Eurasia, Amerika, dan Afrika pada masa sejarah.